Bagiku seni adalah titik, biarkan sejenak kulukis indahnya dunia ini dengan titik-titik yang bermakna.

Hentikan Pengorbananmu Hujan

Sumber:www.unsplash.com

Gempuran hujan baru saja mereda, awan hitampun menggulung berarak pergi menyisakan lukisan pelangi dilangit lepas. Aku dengan wajah setengah beku masih mencoba berdiri tegap walau sejujurnya engsel lututku bergemetar karena kedinginan. sudah hampir setengah hari langit menangis, tiupan angin laksana janda kematian suaminya. berpiuh kesana kemari tanpa sadar ada makhluk ceking yang kewalahan menyusun tulangnya demi menghangatkan badan.

Akhir-akhir ini hujan lebih doyan menyapa kegundahanku, apa mentang-mentang suasana hatiku yang sedang galau, sehingga mereka mau repot-repot memvisualkan kegalauanku dalam tetes-tetes beningnya. Aku rasa itu berlebihan. aku memang sedang galau, galau karena selama ini aku tidak pernah menyadari bahwa akupun merasa galau ketika bersahabat dengan si "sunyi" dan si "sepi", galau karena aku tidak menyadari degup aneh dijantungku ternyata kerinduan mendalam terhadap kampung halaman, galau karena sesungguhnya aku yang awalnya tidak peduli berapa nilai yang kuperoleh sekarang malah mulai memikirkannya.

Hujan betapa polosnya dirinya, harap menghiburku,  ia tak peduli betapa banyak mata yang menangis di Jakarta sana? Mereka menangis karena sudah membuat Jakarta laksana semangkuk kacang hijau tersiram susu milo. Cokelat mengental dan semua isinya menyebar kesana-kemari.

Bukannya aku tidak bersyukur memiliki teman sepertinya. Karena tanpanya aku tidak akan mengenal arti persahabatan. Tanpanya aku tidak mengenal arti kebersamaan, tanpanya juga aku tidak pernah mengenal arti kesendirian. Tapi aku kasihan kepada mereka. Rasanya terlalu besar pengorbanan hujan bagiku. terlalu berlebihan rasanya ia menggantikan tangisku. Cukuplah ia sekedar tahu langit hatiku saat ini sedang tiris, tanpa ikut menangis diluar sana. Aku tidak tega lagi melihat jakarta jadi akuarium raksana, aku tidak sanggup melihat warga jakarta terlihat seperti rombongan teri yang berebut makanan. Aku tidak kuasa melihat bangunan yang selama ini dibentuk dari kekuatan dan kekuasaan kini hanya berfungsi sebagai hiasan.

Cukup hujan, hentikanlah pengorbananmu untukku. Simpanlah air matamu karena dilain hari aku akan membutuhkannya darimu. Disaat perihku butuh pembasuh luka, biarkan kuminta sedikit air hujan untuk melenyapkan perih itu. sekarang kembalilah, istirahatlah dengan tenang sampai akhirnya nanti aku datang tertatih dan merengek meminta setetes air hujan.

No comments:

Post a Comment