Bagiku seni adalah titik, biarkan sejenak kulukis indahnya dunia ini dengan titik-titik yang bermakna.

Tangkuban Perahu I am In Love


Deretan pepohonan langsing yang menjulang tinggi sampai menyentuh awan itu membuat mata tak henti-hentinya untuk terpejam sejenak lalu mulai menikmati tingkah lincah irama alam. Suara kicauan burung, dendangan jangkrik, serta desauan rerumputan yang tertiup semilir angin, semua seolah berlomba-lomba menghapus peluh dan jenuhku. tidak ada yang moment indah selain menikmati suasana seperti ini. menyatukan diri dan jiwa dengan hijaunya pemandangan alam.
bis yang kutumpangi meliuk-liuk mengikuti kelok menuju kawah gunung yang terkenal sampai manca negara, Tangkuban Perahu. Rasa penasaranku semakin menggebu-gebu takkala bis diparkirkan dirusuk pegunungan tersebut. Piih, bau apa ini? Perut kosongku hendak memuntahkan air yang hanya bisa kutenggak setengah gelas bersama sebungkus karedok saat sarapan tadi. Kata mereka ini bau belerang, namun hidungku masih bersikukuh mengatakan ini bau kentut orang yang sudah seminggu menahan pencernaannya. Pantas saja sebelum berangkat ada banyak penjaja masker yang memperingatkanku agar membeli masker mereka. Awalnya aku sedikit tidak percaya, apa iya segitu baunya kah tangkuban perahu? Karena temanku mengamini penjelasan mereka, dengan terpaksa kuraih dompet yang dari tadi deg-degan didalam tas. ia khawatir sekali berpisah dengan seluruh rupiah yang telah kupersatukan semenjak dua hari yang lalu dengannya.Karena faktor "Padangku" dengan uang lima ribu rupiah, aku bisa mendapatkan 3 masker, tidak seperti rekan yang lain yang hanya boleh mengambil 2 masker ketika meyerahkan selembar uang lima ribu. awalnya aku mau memasangka masker itu ke mata, hidung dan mulutku, karena keadaan tersebut terlalu konyol dan memalukan, akhirnya jiwa sosialku muncul. aku menyerahkan dua masker lainnya keorang yang memiliki wajah paling menyedihkan, akhirnya aku memilih umi dan Aini. (hehehe becanda).
Bau busuk semakin menusuk-nusuk hidung ketika perjalanan kami mencapai puncak kawah. "huek..." perutku semakin mual, bola mataku sudah seperti atlit lomba maraton, keliling-keliling saking pusingnya. Sebelum pingsan dan muncul di headline news "seorang mahasiswi mati mengenaskan hanya karena menghirup bau belerang", kutarik masker yang barusan kubeli dengan harga murah tepat menutupi mulut dan hidung. wujudku langsung menjelma seperti aisyah, wanita bercadar yang diceritakan kang Abik dalam novel Ayat-Ayat Cinta. Hampir saja aku terbawa arus ceritanya, sampe melirik-lirik mencari Fahri, namun yang terlihat malah kuda poni, memalukan -_-.
Subhanallah, kawahnya indah. bodo amat dengan mereka yang menerka-nerka bagian yang mana mirip dengan perahu terbalik, yang jelas aku menikmati pemandangan dibawah sana. kepulan asap kecil yang disandingkan dengan danau berwarna telor asin. belum cukup indah, dua fenomena itu dikawal oleh tebing bertingkat yang ditumbuhi oleh berbagai pepohonan. beranjak keseberang kawah, mataku dimanjakan deretan pohon pinus. Bibirku tidak henti-hentinya melafazkan tasbih. Hati yang gerah, tubuh yang lelah, kembali menemukan spiritnya. Aku lebih bahagi ketimbang saat pertama menginjakkan kaki ditempat ini. Alam yang indah menuntunku membuka masker yang mulai menyesakkan napasku. sembari melepas ikatannya hatiku berbisik menasehati sang hidung, " terbiasalah menghirup bau alam. semakin engkau terbiasa, maka engkau akan menghargainya. Dan itu lebih baik ketimbang membiasakan diri menghirup bau uang. semakin engkau teriasa, maka semakin besar pula usaha badan ini untuk mendapatkannya. akhirnya engkau memberi jalan bagi jasad yang lemah ini untuk mencuri uang rakyat, uang yang bukan menjadi haknya." hidungku pun melunak. ia mulai beradaptasi dengan bau yang menyengat.
Dan tentunya usaha itu tidak sia-sia. buktinya aku sudah tidak mual lagi mencium bau khas belerang itu. sehingga aku bisa menjelajahi pegunungan ini dengan nyaman. karena dingin yang terus menyerang pertahanan, aku memutuskan untuk mengisi perut yang kosong. Aku lapar dan ingin menikmati kuliner khas tempat ini. apa itu bandrek? namanya asing ditelingaku. kudekati pria setengah baya itu dengan malu-malu. persis seperti orang yang mau melamar, maksudku melamar segelas bandreknya dengan selembar lima ribuan. pertama-tama pria itu memasukkan kelapa muda parut dan susu. kemudian ia membuka penutup panci disebelah kanannya. asap menyepul menyeruak memburu hidungku. ya tuhan bau ini, perpaduan antara gula merah dan jahe. sepertinya aku sudah tidak asing dengan aroma ini. begitu sang penjual menyerahkan bandrek dan kita langsung melakukan akad jual beli, kuserup minuman yang masih hangat itu sedikit demi sedikit agar lidahku tidak kebakar. nikmatnya, kehangatan minuman yang ternyata pernah kunikmati dalam nama yang berbeda menjalari tenggorokanku, menyebar kedada dan lambungku. nikmatnya. Sembari menjelajah lebih jauh, dompetku kembali pasrah ketika kutarik uang yang sudah mulai nyaman berlindung disisinya demi menikmati tahu dan sukun goreng.Namun ketika mencapai pedagang jagung, terjadi pergulatan seru antara aku dan dompet. kali ini tidak tidak mau lagi menuruti keinginannku karena beerbagai sebab. sekalipun aroma jagung bakar telah berhasil mencabik-cabik hidungku, bahkan merontokkan sebagian bulu hidung, sang dompet sangat susah diajak kompromi. emang apa salahnya? "Coba kamu tanya berapa harganya," bisik sang dompet pelan.
"bu harga jagungnya berapa?"
"8000 neng"
gleeek. bulu hidung yang terlanjur rontok, bangkit lagi dan merapat kehidungku. bahkan mereka lebih memperkokoh diri dari sebelumnya.dompet yang tadinya sudah muncul setengah, menenggelamkan diri lebih dalam lagi. rasa lapar yangg kukandung menyebur kekawah hanya karena mendengar harga jagung yang mesti mengatakan waaaw sambil manjat pohon lalu terjun kekawah sembari difoto dari atas.
Meskipun sedikit kecewa, setidaknya rasa penasaranku hilang ketika seorang teman meminjamkan jagungnya untuk foto baren denganku. Meski hanya bisa foto bareng, setidaknya aku puas bisa megang jagung digunung, lhoh nggak nyambung man!
Terlepas dari semua itu aku sangat senang sekali dapat melakukan perjalanan menuju kota yang selama ini salah satu dari 100 impian masa putih abu-abu yang harus kukunjungi. karena semasa kanak-kanak aku terhipnotis melihat film anak-anak bernuansa pertualangan yang mengambil latar kota bandung yang menghijau dan begitu adem..

No comments:

Post a Comment