Tawamu membuatku iri. Apakah sebabnya engkau selalu tertawa
sementara untuk tersenyum saja bibirku terlalu kaku. Apa yang membuat ceritiamu
mengalir seperti rembesan hujan yang datang dari atap rumah, sementara aku
disini dibaluti dengan sebuah kisah bertema duka. Aku sungguh iri padamu.
Hidupmu berbinar laksana laskar pelangi yang mewarnai langit pasca hujan.
Rasanya sudah cukup sering aku bermimpi agar bisa menyamai kisahmu bahkan lebih
indah dari yang kutahu. Tapi beginilah garis hidup yang harus kutempuh. Aku
harus bersahabat luka dan betemankan duka. Karena aku tercipta sebagai pejuang
keadilan. Aku terlahir untuk menjadi seorang pejalan kaki di bumi Palestina.
Suatu hari dikala tidur nyenyakmu, tiba-tiba aku tersentak
karena alarm dari langit tiba-tiba menembus sekat kamarku. Senjata israel
menggempur susunan bata yang dulu dibangun secara hati-hati oleh almarhum orang
tuaku. Kedua adikku menjerit dalam pekikan yang mengiris-iris ulu hatiku. Aku
tidak tega untuk memarahi mereka dan menyuruhnya diam. Wajar saja mereka takut
karena mereka belum mengerti apa-apa soal perang. Kurangkul kedua harta yang
barangkali esok harus kurela pergi, ataupun nanti. Dalam rasa takut, kami pun
berdoa dan bersujud meski diatas baling-baling helikopter tentara Zionis
mengamuk mengintai nyawa kami. Tahukah engkau seperti apa doa yang kami
panjatkan? Tuhan, berikan kedamaian kepada kami. Hancurkan tentara zionis. Kami
iri pada rakyat indonesia.
Ya jujur saja, kalian
membuatku sangat iri. Tapi kamu tidak pernah menyadari
keirianku. meski senjata dan ancaman nyawa tidak menghantui kalian, kalian
masih saja menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Ketika waktu sholat tiba kalian
masih asyik dengan kesiukan dunia, bekerja, berkelakar dengan teman sebaya. Sementara
aku, untuk satu sujud saja aku harus mempertaruhkan nyawa. Keirianku berubah
menjadi amarah ketika aku dengar, kalian terlalu santai pada waktu yang ada.
Kalian tidak pernah tergerak untuk menyediakan sedikit waktu untuk menghafal
Al-Qur’an atau sekedar membacanya. Sementara disini, untuk membaca Al-Quran
kami harus bersembunyi agar ia tidak dirampas dan dibuang secara keji oleh
manusia keji itu.
Sahabat indonesia meski terkadang aku merasa iri pada
kalian, namun kebaikan kalian sering membuatku menjatuhkan butir air mata.
Ternyata kalian peduli dengan nasib kami, warga Palestina. Kalian berjuang
mengumpulkan koin umat, dan mengabarkan nasib kami kepada rakyat Indonesia, demi
menyumbangkan satu peluru untuk menggempur mereka, tentara Zionis yang terkutuk.
Sementara manusia dibelahan sana, terlalu tunduk dan takut akan keruntuhan ekonominya
apabila mereka berani menunjukkan identitas dakwahnya. Terimakasih teman,
terima kasih saudaraku. Hanya Allah yang mampu membalas kebaikanmu.
No comments:
Post a Comment