Bagiku seni adalah titik, biarkan sejenak kulukis indahnya dunia ini dengan titik-titik yang bermakna.

Terima Kasih, Lumpur Masa Lalu

Sumber: www.unsplash.com
Senja hampir menutup rapat layar yang terkembang untuk hari ini. dan aku masih menepis rindu dibalik tirai bambu disudut ruangan belajarku. Berinteraksi dengan masa lalu, dan mencoba menjadikannya bagian dari setitik sejarah dihidup yang harus berbatas ini. Kisah itu, aku ingat ada kisah yang tergenang tanpa ada yang mengacuhkan keindahannya. Walau isinya tak lebih dari lumpur yang siap menyiprat dan mengotori kebahagiaan dikala itu namun hari ini lumpur tersebut menjadi kenangan terindah.

Dahulu artiku hanyalah kesemuan yang membayang dijejak-jejak pergerakan sebagian orang, menumpang bergantung pada angan-angan palsu sekelompok pembual kelas kakap. Aku pikir berharap padanya adalah alasan yang bagus untuk menjadi cahaya bagi dunia ini, namun semua hanya awan kelabu. Mereka perlahan meninggalkanku setelah mendaratkan lengkangan petir dan menyisakan tetesan hujan yang membasahi sekujur ragaku.
Nyatanya merekalah ranjau yang membatasi pergerakanku, mereka adalah angin yang membadai menumbangkan semangatku. Setiap hari aku bicara, mereka pun meludah, setiap kali aku bergerak hanya dibalas lirikan semu penuh celaan menikam jantungku.
Karena keyakinan pada takdir serta mimpi yang lebih besar dari besarnya jagad raya ini aku berjuang sekalipun harus kehilangan satu tangan, ataupun meregang nyawa, serta ditinggalkan pemikiran yang bercabang.
Akhirnya suatu ketika sebuah sapaan dari mentari disuatu pagi cerah dan membangunkanku dari mimpi yan dulu melayang dikala tidurku, dunia menyadarkanku bahwa ini kenyataan bukan mimpi, Aku bernafas di bumi ini bukan untuk membayangi melainkan beraksi dan berkreasi untuk memberi warna baru di muka bumi ini. Awalnya sedikit canggung untuk memercikkan warnaku, namun setelah mendapat berbagai tonggak untuk bertahan, akupun terbang dari keterpurukan, melesat jauh kedepan dari ketertinggalanku.
Dahulu aku sempat berjanji untuk melupakan masa lalu itu, tapi nyatanya senja merenggut kesombonganku, nyatanya aku merindukan waktu itu. Tanpa waktu itu, aku tidak akan pernah mengenal arti perjuangan dan keyakinan. Tanpa perlakuan tidak menyenangkan itu aku tidak akan pernah merangkul erat mimpi yang sudah tergenggam kuat dikedua tanganku.
Harusnya aku berterima kasih kepada lumpur-lumpur yang menjerat tubuhku. Harusnya aku berterimakasih pada ranjau-ranjau yang melukai perjalananku, harusnya aku berterima kasih atas ujian dan kesulitan yang menguji kesungguhan dan keyakinanku. Karena berkat itu aku berjuang selayaknya seorang pahlawan bagi diriku. 

No comments:

Post a Comment