Tuhan rasanya sudah lama, bahkan terlalu lama jasad ini lekang oleh usia, namun tidak satupun gerak dan langkah hamba menjadi manfaat bagi dunia ini. Walau mata ini seutuhnya melihat, pada kenyataannya pandangan hamba membuta. Tidak satupun yang mampu hamba tangkap melainkan gulungan asap bertabur debu yang dirudungi awan kelabu. sehingga ketika raut asli kehidupan silih berganti berepisode dihadapan sama sekali tidak menghadirkan ketulusan yang Engkau ciptakan melalui sebutir air mata.
Ya Bashir. bukakanlah sekat yang menghalangi pandangan hamba karena
hamba ingin memahami kepahitan apa yang sesungguhnya sedang terjadi
terhadap orang-orang yang ada disekitar hamba. sehingga hamba mengerti
bagaimana seharusnya mengangkat mereka dari keterpurukan, sehingga hamba
memaklumi bagaimana caranya mengusap air mata yang terkadang sudah
bergelimang darah karena perih senantiasa menjumpai. Dan tentunya
membuat hamba mengetahui bagaimana rasanya menitikkan air mata keimanan.
Ketika pertama kali hak mata hamba dikembalikan, akhirnya hamba baru
menyadari bahwa hamba sudah kehilangan rekan yang dahulu sama-sama
memberikan komitmen akan menjadi salah satu dari pejuang ekonom robbani.
Entah apa sebabnya kini sosok itu menyemu dari lorong kampus. patas
saja orang yang biasanya berjalan dengan optimisme dan dibahunya
menggantung sebuah ransel berisi buku-buku teori ekonomi syariah tidak
pernah lagi terdengar suara tapak kakinya. kemanakah dia?
Jauh ditempat yang penuh dari hingar bingar kehidupan kampus, seorang
mahasiswa dan sekarang lebih pantas disebut eks mahasiswa berjuang
menyambung nafas dan pertahanan perutnya dengan menjadi anak buah orang
disebuah restoran. hanya keringatnya selama ini bersaksi betapa ia
bersungguh-sungguh bekerja. setiap hari ia harus menjadi orang yang
pertama membuka mata karena dialah juru kunci pintu restoran itu. ketika
ia tidak datang atau kunci hilang, maka restoran itu akan koma sampai
sang juru kunci beserta kuncinya ditemukan.
Semenjak terjadinya musibah itu ia terpaksa mengundurkan diri dari
kegiatan kampus demi menegakkan kembali "tiang rumahnya" yang sedikit
condong. Awalnya ia ingin bertahan dengan tiang yang condong itu, namun
kecondongan tersebut bukan lagi 15 derjat melainkan 85 derjat, sekitar 5
derjat lagi sudah dipastikan rebah total. Walaupun besar sekali
harapannya untuk melanjutkan nafas pendidikan dijenjang perguruan
tinggi, namun demi menyelamatkan rumah beserta isinya ia harus
menistakan keinginan itu. terlambat, begitulah yang hamba tuturkan
ketika ingin mengembalikan haknya untuk mendapatkan pendidikan layak.
karena semua sudah terlanjur terjadi. tidak ada yang bisa dihapus lagi
karena semua sudah menjadi takdir dari-Mu.
Ya Rahmaan. Ya Rahiim.. Ya Latiif.. sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui segala yang terjadi dimuka bumi ini. tidak terkecuali dengan
takdir rekan hamba kini. Berikan kepadanya segenap kekuatan dikala letih
membuatnya tertatih, berikan kepadanya kesabaran ketika sedih
membuatnya ringkih.. ya Sami' hanya Engkau yang mampu mendengar
rintihannya, hanya Engkau yang mampu mendengar doa yang tersirat dalam
hati kecilnya. maka kabulkanlah sehingga ia kembali menemukan indahnya
pelangi dan merasakan hangatnya mentari dalam hidupnya.. amiin.
No comments:
Post a Comment